Kabupaten Malang, BeritaHumas.com — Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Malang melontarkan kritik keras terhadap carut-marut pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
Menurut Wiwid Tuhu, S.H., M.H., seorang advokat Alumni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sekaligus Bupati LIRA Malang, pola mutasi dan pelantikan pejabat eselon II di Pemkab Malang saat ini menunjukkan adanya indikasi kuat pelanggaran prinsip meritokrasi dan penyimpangan terhadap aturan manajemen ASN yang berlaku.
Wiwid menguraikan bahwa seleksi terbuka JPTP tahun 2024 sebenarnya telah berjalan sesuai prosedur. Dimulai pada 6 Juni 2024, Pemkab Malang membuka tujuh lowongan jabatan eselon II. Kemudian, pada 28 Juni 2024, diumumkan hasil asesmen terhadap 23 peserta, dan pada 5 Juli 2024, panitia seleksi menetapkan tiga peserta terbaik untuk tiap jabatan.
Namun proses pelantikan tidak dapat dilakukan karena masa jabatan Bupati Malang saat itu hanya tersisa empat bulan, sehingga perlu menunggu izin dari Kemendagri dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hingga Agustus 2024, izin tersebut tak kunjung turun, mengakibatkan beberapa peserta seleksi kehilangan kelayakan karena faktor usia, bahkan ada yang meninggal dunia.
Ketika izin pelantikan akhirnya turun pada 13 Juni 2025, hanya empat jabatan yang disetujui untuk dilantik, yaitu Kepala Dinas Tenaga Kerja, Kepala BPKAD, Kepala Bakesbangpol, serta Asisten Perekonomian dan Pembangunan. Tiga jabatan lain — Kepala BPBD, Direktur RSUD Kanjuruhan, dan Kepala Dinas Kominfo — tetap dibiarkan kosong. Ironisnya, salah satu pemenang seleksi untuk posisi Direktur RSUD Kanjuruhan sudah lebih dulu dilantik menjadi pejabat di RSP Gatot Subroto Jakarta pada 23 Mei 2025.
Kekacauan bertambah ketika pada pertengahan Oktober 2025, tepatnya 13–17 Oktober, Pemkab Malang justru melaksanakan asesmen dan jobfit baru terhadap 22 pejabat eselon II. Langkah ini dilakukan meski hasil seleksi resmi tahun 2024 belum sepenuhnya ditindaklanjuti.
Sekda Kabupaten Malang, Dr. Budiar, berdalih kegiatan tersebut bertujuan melakukan penyegaran jabatan sekaligus mengisi kekosongan struktural. Namun, menurut Wiwid Tuhu, alasan itu justru memperlihatkan upaya sistematis untuk menutupi dan mengabaikan hasil seleksi sah yang telah dilaksanakan.
“Jika Pemkab Malang tetap melantik pejabat hasil asesmen baru untuk posisi yang sudah memiliki pemenang seleksi sah tahun 2024, maka itu jelas melanggar Undang-Undang ASN,” tegas Wiwid.
“Hasil seleksi terbuka tidak bisa digantikan begitu saja oleh hasil jobfit baru. Para pemenang sebelumnya sudah melewati proses penilaian objektif, bukan sekadar penilaian suka atau tidak suka,” ujarnya menambahkan.
Wiwid merujuk pada Pasal 129 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang telah diubah menjadi PP Nomor 17 Tahun 2020, di mana disebutkan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) — dalam hal ini Bupati — dilarang mengisi jabatan lowong dari calon pejabat hasil seleksi jabatan lain.
Selain itu, Pasal 27 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN menegaskan bahwa sistem kepegawaian negara harus dijalankan berdasarkan sistem merit, yakni pengelolaan SDM yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, kinerja, integritas, dan moralitas, bukan pertimbangan subjektif atau politik.
“Mengabaikan sistem merit sama saja merusak tatanan birokrasi. ASN seharusnya berkarier berdasarkan kemampuan, bukan kedekatan,” tandas Wiwid.
Ia juga menyampaikan bahwa LIRA Kabupaten Malang akan mengirim surat resmi kepada Kementerian Dalam Negeri untuk meminta klarifikasi atas kebijakan pengisian jabatan tersebut. Bila nantinya terbukti ada pelanggaran terhadap aturan kepegawaian, Wiwid menilai Kemendagri perlu menjatuhkan sanksi administratif agar tata kelola pemerintahan di Malang bisa kembali pada jalur hukum dan profesionalisme.
“Langkah ini penting sebagai pembelajaran agar Pemkab Malang tidak menjalankan birokrasi seenaknya. Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi soal moralitas pemerintahan,” pungkasnya.
Red/Hr







