Malang, BeritaHumas.com – Penunjukan Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas yang berlangsung terlalu lama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang kini menuai sorotan tajam. Publik mempertanyakan alasan di balik belum adanya pejabat definitif, padahal aturan hukum telah mengatur mekanisme pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka dan kompetitif. Situasi ini menimbulkan dugaan bahwa ada kepentingan tersembunyi yang melatarbelakangi, sekaligus menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
Dari hasil kajian terhadap Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 15 Tahun 2019, fenomena tersebut diduga kuat melanggar prinsip sistem merit dan menyalahi kaidah tata kelola kepegawaian yang profesional.
Permenpan RB 15/2019 secara tegas menyatakan bahwa jabatan pimpinan tinggi (JPT), termasuk jabatan Kepala Dinas di daerah, wajib diisi melalui seleksi terbuka, kompetitif, dan berbasis merit system. Mekanisme ini menuntut setiap pejabat yang akan dipromosikan memiliki kompetensi, kualifikasi, serta kinerja yang terukur, bukan karena pengaruh politik, kedekatan personal, atau intervensi pihak tertentu.
Aturan tersebut juga menegaskan larangan terhadap praktik diskriminasi, nepotisme, dan penyalahgunaan kewenangan. Masa jabatan maksimal bagi pejabat pimpinan tinggi adalah lima tahun dan dapat diperpanjang setelah evaluasi menyeluruh atas kinerja dan kompetensinya—bukan dengan memperpanjang status PLT tanpa batas waktu yang jelas.
Namun kenyataannya, sejumlah posisi Kepala Dinas di Kabupaten Malang telah diisi PLT lebih dari satu tahun, tanpa ada langkah konkret menuju pelantikan pejabat definitif. Hingga kini, tidak ditemukan tanda-tanda pelaksanaan seleksi terbuka (open bidding) sebagaimana diwajibkan oleh regulasi tersebut.
Kondisi tersebut memunculkan indikasi bahwa Pemkab Malang tidak melaksanakan ketentuan dalam Lampiran II.A dan II.B Permenpan RB 15/2019, yang mewajibkan jabatan kosong segera diisi melalui proses seleksi resmi. Padahal, jabatan PLT seharusnya hanya bersifat sementara untuk menjamin kelangsungan tugas, bukan menjadi jabatan permanen tanpa dasar hukum yang kuat. Tindakan ini dinilai melanggar etika penyelenggaraan ASN dan termasuk kategori pelanggaran administratif.

Advokat dan Pengamat Kebijakan Publik Wiwid Tuhu P., S.H., M.H., yang juga menjabat sebagai Bupati LIRA Kabupaten Malang, turut menyoroti fenomena tersebut.
“Jabatan penting seperti Kepala Dinas tidak seharusnya dibiarkan kosong terlalu lama. PLT tidak memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan strategis, dan kondisi ini dapat menghambat kinerja serta pelayanan publik. Perlu dilihat apa motif di balik perpanjangan status PLT, termasuk siapa saja yang ditunjuk dan bagaimana latar belakangnya,” ujar Wiwid.
Ia menambahkan, pihaknya bersama tim LIRA Kabupaten Malang akan melakukan kajian dan pengumpulan data lanjutan untuk mengungkap penyebab di balik lamanya kekosongan jabatan tersebut.
“Kami akan menggali informasi lebih mendalam mengenai alasan mengapa posisi Kepala Dinas dibiarkan lama diisi PLT. Jika ditemukan pelanggaran serius terhadap aturan kepegawaian, kami akan menyurati Kemenpan RB dan BKN agar menilai kinerja kepegawaian di Pemkab Malang,” tambahnya.
Berlarut-larutnya jabatan PLT ini juga berpotensi menimbulkan maladministrasi serta menurunkan efektivitas birokrasi. PLT biasanya tidak dapat mengambil keputusan strategis yang berdampak luas, sehingga pelayanan publik bisa terganggu.
Sesuai dengan Permenpan RB 15/2019 Pasal II.C.2.b, jika hasil pengawasan tidak ditindaklanjuti, Kemenpan RB atau BKN yang kini menggantikan peran KASN berwenang memberikan sanksi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) — dalam hal ini Bupati Malang. Sanksi dapat berupa teguran administratif, pembinaan khusus, atau evaluasi langsung terhadap manajemen kepegawaian daerah. Bila ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang, Inspektorat maupun APIP dapat melakukan audit dan menindaklanjuti sesuai aturan hukum kepegawaian.
Untuk itu, Pemkab Malang diharapkan segera mengambil langkah korektif dengan menyesuaikan langkah-langkahnya sesuai mekanisme Permenpan RB 15/2019, melaporkan proses dan hasil seleksi kepada Kemenpan RB/BKN serta menindaklanjuti seluruh rekomendasi sebelum pelantikan pejabat definitif, membatasi masa jabatan PLT maksimal enam bulan, dan memperpanjangnya hanya bila ada alasan sah serta mendapat persetujuan tertulis dari instansi pembina ASN.
Kondisi PLT yang berkepanjangan ini jelas menggambarkan ketidakpatuhan terhadap prinsip merit system dan pelanggaran terhadap peraturan kepegawaian yang berlaku. Jika dibiarkan, hal ini bukan hanya melemahkan efektivitas birokrasi, tetapi juga mencederai nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme ASN di Kabupaten Malang.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Pemkab Malang untuk melakukan pembenahan serius sesuai dengan koridor hukum, agar sistem pemerintahan di daerah kembali berjalan sesuai prinsip meritokrasi dan good governance.
Hr






