Beranda » Analisis Trashback System: Efektivitas Sanksi Komunal dan Dampak Ekonomi bagi Desa Sekitar Gunung Buthak

Analisis Trashback System: Efektivitas Sanksi Komunal dan Dampak Ekonomi bagi Desa Sekitar Gunung Buthak

Kota Batu, Beritahumas.com – Dalam upaya menekan angka sampah di kawasan wisata alam, penerapan sanksi seringkali menjadi opsi utama. Namun, efektivitasnya kerap dipertanyakan. Trashback System yang dijalankan di Gunung Buthak dan Panderman serta Bokong menawarkan perspektif baru: sanksi tidak harus represif, tapi bisa produktif dan memberdayakan.

Studi Kasus Pendakian Gunung Butak dan Panderman Bokong Menunjukkan Pendekatan “Sanksi Produktif” Lebih Efektif Bangun Kesadaran Lingkungan.
Studi Kasus Pendakian Gunung Butak dan Panderman Bokong Menunjukkan Pendekatan “Sanksi Produktif” Lebih Efektif Bangun Kesadaran Lingkungan.

Berdasarkan wawancara eksklusif dengan Singgeh Akbar dari tim tiket Pendakian, sistem ini dapat dianalisis dari beberapa indikator keberhasilan.

1. Indikator Sosial: Tanggung Jawab Komunal dan Efek Jera yang Mendidik.

Mekanisme“satu item sampah dikalikan jumlah rombongan” merupakan strategi psikologis yang cerdas. Sistem ini menciptakan pengawasan internal within the group. Setiap individu dalam rombongan akan terdorong untuk saling mengingatkan, karena kelalaian satu orang berdampak pada seluruh kelompok. Ini membangun tanggung jawab kolektif yang lebih kuat daripada sekadar sanksi individual.

2. Indikator Ekonomi: Stimulus Perekonomian Mikro dan Ekonomi Sirkular.

Dengan mengalihkan“pembayaran sanksi” menjadi pembelian kantong sampah di warung lokal, sistem ini menciptakan dampak ekonomi riil.

· Peningkatan Pendapatan: Warung sekitar basecamp mendapat pemasukan tambahan yang stabil.

· Siklus Berkelanjutan: Uang yang digunakan untuk membeli ‘Trashback’ akan kembali ke komunitas setempat, dan kantong yang dibeli akan digunakan kembali untuk program yang sama, menciptakan model ekonomi sirkular skala kecil.

3. Indikator Pendidikan: Mengubah Pola Pikir dari “Dilarang” menjadi “Berkontribusi”.

Singgeh mengidentifikasi masalah utama:pendaki sering abai saat briefing. “Banyak yang hanya bilang ‘iya iya’ dan ‘siap-siap’,” ujarnya. Trashback System memaksa pendaki untuk terlibat aktif.

Mereka tidak lagi pasif menerima hukuman, tetapi aktif membeli solusi (kantong sampah) yang langsung berdampak pada komunitas. Proses ini memiliki nilai edukasi yang jauh lebih dalam daripada sekadar membayar denda.

4. Indikator Perilaku: Pembentukan “Habit” atau Kebiasaan Baru.

“Ketika di tempat pendakian lain yang tidak ada pengecekan,kebiasaan dari sini akan terus terbawa,” kata Singgeh. Pernyataan ini menunjukkan tujuan jangka panjang sistem ini: internalisasi nilai. Dengan repetisi dan konsistensi, diharapkan perilaku membawa sampah turun berubah dari sebuah kewajiban yang diawasi menjadi kebiasaan dan naluri.

Kendala dan Evaluasi

Sistem ini masih menghadapi kendala,terutama dalam hal konsistensi penerapan. Untuk Panderman Bokong, sistem masih dalam tahap evaluasi. Fleksibilitas juga menjadi kunci; penggunaan kresek biasa ketika ‘trashback’ habis menunjukkan pendekatan yang praktis dan solutif.

Kesimpulan

Trashback System di Gunung Butak dan Panderman Bokong bukan sekadar aturan,melainkan sebuah model tata kelola sampah berbasis komunitas yang integratif. Sistem ini berhasil mengubah paradigma sanksi dari yang bersifat menghukum menjadi memberdayakan, menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan secara simultan. Keberhasilan model ini patut menjadi pertimbangan bagi pengelola destinasi alam lain di Indonesia untuk diadopsi dan disesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing.

Hr

Berita Update Humas Indonesia